CONTOH HAK ATAS TANAH
Konflik Tanah Adat di Desa
Kungkai
Pengertian Tanah Adat/ Tanah
Ulayat
Tanah ulayat adalah bidang
tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat
tertentu.
Hak ulayat adalah kewenangan, yang menurut hukum adat, dimiliki
oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan
warganya, dimana kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil
manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi
kelangsungan hidupnya. Masyarakat dan sumber daya yang dimaksud memiliki
hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara
masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.
Hak Tanah Ulayat di Desa Kungkai
Di Desa Kungkai, Kecamatan
Bangko, Kabupaten Merangin terdapat masalah yang sangat kompleks mengenai tanah,
karena terjadi klaim dari kelompok yang mengaku ahli waris atas kepemilikan
tanah yang selama ini digunakan sebagai lapangan sepakbola oleh masyarakat
kungkai, ini mengakibatkan kegiatan olahraga sepakbola di desa tersebut runtuh
begitu saja, ini jelas sebuah perubahan kontekstual yang sangat tidak diinginkan. Ahli waris yang mengklaim kepemilikan tanah ini tak bisa
menunjukkan sertifikat kepemilikannya, ini jelas melanggar hokum, tapi inilah
masalah yang sesungguhnya, masyrakat desa kungkai adalah satu keluarga besar,
hingga mengakibatkan tak ada yang berani mengangkat kasus ini ke pengadilan,
kasus ini seakan berjalan ditempat, hingga membuat tanah tersebut terlantar
begitu saja selama 6 tahun belakangan ini, tak ada aktivitas, di lokasi yang
sangat strategis ini.
Dampak Negatif Sengketa tanah Ulayat di Desa
Kungkai
-
Sengketa tanah adat yang terjadi di Desa Kungkai mengakibatkan hal
hal negative muncul seperti
-
Perekonomian di Sekitar tanah Sengketa lumpuh
-
Selama terjadi sengketa tanah tersebut, tak ada lagi acara acara
besar, kejuaraan kejuaraan besar yang diadakan hingga mengakibatkan
perekonomian masyarakat disekitar lapangan lumpuh
-
Olahraga Mati Suri
-
Sengketa ini menimbulkan masalah besar dalam dunia keolahragaan di
desa kungkai, olahraga seakan harus tertidur, entah kapan dapat dibangunkan
kembali, dan tentunya dimulai dari nol.
-
Pemuda Menjadi Malas. Malas adalah salah satu penyakit dari tak
adanya aktivitas, itulah yang terjadi di desa kungkai saat ini.
-
Menimbulkan Generasi Pemabuk
Inilah masalah yang sangat ditakutkan,
semenjak timbul sengketa itu, pemuda seakan alih profesi menjadi pemabuk,
pejudi, masalah yang sampai saat ini semakin berkembang, dan ini mulai
menjangkit ke genarasi anak anak di bawah umur, menyedihkan sekali.
Solusi Penyelesaian
Dalam penyelesaian masalah
tanah adat di desa kungkai perlu adanya sebuah Perubahan revolusi yang
merupakan perubahan berlangsung secara cepat dan tidak ada kehendak atau
perencanaan sebelumnya. Secara sosiologis perubahan revolusi diartikan sebagai
perubahan-perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupanatau lembaga- lembaga
kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat. Dalam revolusi, perubahan dapat
terjadi dengan direncanakan atau tidak direncanakan,dimana sering kali diawali
dengan ketegangan atau konflik dalam tubuh masyarakat yang bersangkutan. Revolusi tidak dapat terjadi disetiap situasi dan kondisi
masyarakat. Secara sosiologi, suatu revolusi dapat terjadi harus memenuhi
beberapa syarat tertentu, antara lain adalah:
Ada beberapa keinginan umum mengadakan suatu
perubahan. Di dalam masyarakat harus ada perasaan tidak puas terhadap keadaan,
dan harus ada suatu keinginan untuk mencapai perbaikan dengan perubahan keadaan
tersebut.
Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu
memimpin masyarakat tersebut. Pemimpin tersebut dapat
menampung keinginan-keinginan tersebut, untuk kemudian merumuskan serta
menegaskan rasa tidak puas dari masyarakat, untuk dijadikan program dan arah
bagi geraknya masyarakat. Pemimpin tersebut harus dapat
menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut
bersifat konkret dan dapat dilihat oleh masyarakat. Selain itu, diperlukan juga
suatu tujuan yang abstrak. Misalnya perumusan sesuatu ideologi tersebut.
Harus ada momentum untuk revolusi, yaitu suatu saat di mana segala
keadaan dan faktor adalah baik sekali untuk memulai dengan gerakan revolusi.Apabila
momentum (pemilihan waktu yang tepat) yang dipilih keliru, maka revolusi dapat
gagal.
CONTOH HAK GUNA BANGUNAN
Permasalahan PT. KAI dan PT.BMP
Adanya aksi saling
klaim dari PT KAI dan PT BMP terhadap lahan di lokasi yang kini menjadi pintu
gerbang Basko Hotel dan Basko Grand Mal. Klaimnya adalah, menurut PT KAI lahan
itu miliknya, makanya perlu ditertibkan, dipatok dan diamankan. Dasar hukum
yang diajukan untuk klaim ini adalah Grondkaart Nomor 10 tahun 1888 dan UU
Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian serta PP Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian yang menyatakan batas ruang manfaat jalur kereta
api dan ruang milik jalur kereta api jarak dari rel lebih kurang 12 meter. PT
KAI dalam surat bernomor KA.203/V/14/DIVRE II SB-2015 tanggal 27 Mei 2015 juga
mendalilkan bahwa lokasi yang akan ditertibkan sudah dimanfaatkan oleh BMP
sebagai jalan masuk dan lahan parkir sejak PT BMP mengadakan perjanjian sewa
tanah dengan PT KAI. Dengan dasar itu, maka aksi penertiban versi PT KAI itu,
dilakukan pada pagi Sabtu (6/6) dengan melibatkan sekitar seratusan karyawan
PT KAI di bawah pimpinan Vice President (VP) PT KAI Divre II Sumbar Ari
Soepriadi. Sedang pihak PT BMP meng/klaim, lahan itu adalah hak yang sudah
mereka kuasai sejak tahun 1994 lalu dan sedang dalam proses sertifikasi serta
sudah ada Surat Ukur dari Kantor Pertanahan Kota Padang Nomor 00297/2011
tanggal 23 Juni 2011. Lahan itu, sama dengan tanah yang sudah ada sertifikat
Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama Basrizal Koto sebelumnya, berasal dari lahan
yang dibebaskan dari masyarakat yang semula menempati di sana.
PT BMP juga punya
surat penguasaan fisik serta Surat Keterangan Lurah Air Tawar Timur tanggal 27
April 2011 Nomor 11/ATT-19/IV-2011 dan menegaskan status tanahnya adalah Tanah
Negara Eigendom Verponding 1648, bukan tanah PT KAI. Secara umum, sesuai dengan
UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang
menyangkut Hak-hak atas tanah dan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah, maka PT BMP berkeyakinan, bahwa tanah yang dikuasai dan sudah digunakan
sebagai akses jalan masuk ke Basko Hotel dan basko Grand Mal, adalah lahan
mereka yang dilindungi Undang-Undang. Merasa berhak, pihak BMP pun berusaha
mempertahankan haknya dari tindakan –yang menurut PT BMP adalah perbuatan melawan
hukum, yakni masuk tanpa hak dan melakukan pengrusakan di areal yang
dilindungi UU. Buntut dari aksi saling klaim kebenaran atas penguasaan
dan kepemilikan lahan seluas 465 meter persegi itu, pihak BMP membuat dua
laporan polisi di Mapolresta Padang, yakni tindakan pengrusakan bersama-sama
yang diduga dilakukan pimpinan dan karyawan PT KAI serta laporan penghinaan
terhadap pemilik BMP H Basrizal Koto yang diduga dilakukan VP PT KAI
Divre II Sumbar Ari Soepriadi. Sementara tiga hari kemudian, PT KAI balas
melapor ke Mapolda Sumbar dengan tuduhan penyerobotan lahan milik PT KAI oleh
PT BMP.
Gugatan PT KAI dalam
kasus sewa-menyewa dengan PT BMP, sampai sekarang belum mempunyai kekuatan
hukum tetap (inkracht). Di tingkat Pengadilan Negeri, PT KAI menang, di
Pengadilan Tinggi, BMP yang menang. Sekarang perkaranya masih di tingkat
kasasi di MA. Apalagi gugatan pembatalan sertifikat BMP ke PTUN dimenangkan
pihak BMP dan sekarang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Jika ditelisik
aturan UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Agraria dan PP Nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah dan PP Nomor 8 tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah Negara,
maka sudah sejak Indonesia merdeka, UU memerintahkan agar setiap hak-hak atas
tanah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan sebelum tahun 1960 atau
yang ada sejak zaman kolonial, harus didaftarkan ke Badan Pertanahan, baik data
fisik maupun data yuridis. Penataan tanah negara ini, sudah jauh hari
diwajibkan sebelum lahirnya UU Pokok Agraria, UU No 5 Tahun 1960. Makanya,
jika hari ini ada ada instansi pemerintah atau perusahaan negara mengklaim
punya hak atas tanahnya, dia harus menunjukkan bukti sertifikat hak pakai atau
hak pengelolaan. Bila ini tidak ada, berarti instansi atau perusahaan negara
itu lalai menjalankan kewajibannya untuk tertib adimintrasi pertanahan. Yang
juga sangat-sangat fatal adalah tindakan PT. KAI yang menyewakan lahannya kepada
pihak swasta, seperti yang diungkapkan manajemen PT KAI kepada pers. Sebab,
ulasnya, perusahaan negara seperti KAI, jika memang menguasai tanah negara, itu
hanya sebatas Hak Pakai Publik, yaitu hak pakai non komersial, hak pakai yang
tidak bisa dijual apalagi disewakan. “Jika KAI menyewakan tanah negara yang
statusnya hanya hak pakai publik, maka itu berarti tindakan melanggar hukum,”
kata Kurnia Warman. Sesuai dengan ketentuan pasal 44 UU Pokok Agraria, yang
berhak menyewakan tanah itu hanya pemilik atau orang atau lembaga yang punya
sertifikat Hak Milik. Nah, PT KAI atau instansi pemerintah bukanlah pemilik,
melainkan hanya diberi hak pakai publik, maka kesalahan fatal, bila instansi
itu menyewakannya kepada pihak lain. Tanah negara yang diserahkan pemakaiannya
kepada instansi atau perusahaan negara, hanya diakui hak pakainya sepanjang
tanah itu digunakan sesuai fungsi dari instansi atau perusahaan negara itu.
Bila tanah itu ditelantarkan atau disewakan, maka sejak saat itu juga, menurut
Kurnia Warman, lahan itu otomatis beralih menjadi tanah negara. “Nah setiap
tanah negara, bisa diserahkan kepada orang atau badan hukum untuk diolah dan
dimanfaatkan, sepanjang memenuhi persyaratan seperti membayar uang pemasukan
kepada negara dan membayar administrasi pertanahan,”
Analisis Masalah
Subyek :
1.
PT Basko Minang Plaza (BMP)
2.
PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre II Sumbar
Kekuatan legalitas :
PT Basko Minang Plaza
(BMP) memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan PT Kereta Api Indonesia (KAI)
Divre II Sumber, merasa berhak karena sesuai dengan Undang-undang
Perkeretaapian. Berdasarkan berita diatas dua belah pihak sama-sama
memiliki legalitas, namun jika di lihat dari kekuatan hokum menurut kami yang
berhak atas tanah itu adalah yang memiliki sertifikat hak guna bangunan, karena
sertifikat hak guna bangunan akan dikeluarkan setelah ,memenuhi syarat artinya
ketika surat itu sudah dikeluarkan maka peraturan kereta api tidak berbenturan
dengan syarat dikeluarrkannya sertifikat hak guna bangunan sehingga sertifikat
itu sah, namun untuk melihat apakah benar PT Basko Minang Plaza (BMP) memasang
pagar melewati batas wilayah yang sudah ditentukan disertifikat atau tidak
perlu dibuktikan dengan sertifikat hak guna bangunan dan data dari dinas
pertanahan. Penyelesaian yang dapat dilakukan menurut kami adalah melalui jalur
hukum.
CONTOH HAK GUNA USAHA
Petani Keberatan soal
Hak Guna Usaha Lahan
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga
pengawas pelayanan publik Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menerima puluhan
masyarakat tani dari Sumatera Utara, Senin malam (17/11). Puluhan petani
menuntut lahan pertanian yang mereka klaim sebagai miliknya.
"Kami punya surat tanah, sebagian masih ada, sebagian sudah diserahkan dulu (ke pemerintah) dengan dalih mau diselesaikan. Ternyata sampai sekarang tidak dikembalikan," kata Koordinator Masyarakat Tani, Samsul Hilal ketika ditemui di Kantor Ombudsman.
"Kami punya surat tanah, sebagian masih ada, sebagian sudah diserahkan dulu (ke pemerintah) dengan dalih mau diselesaikan. Ternyata sampai sekarang tidak dikembalikan," kata Koordinator Masyarakat Tani, Samsul Hilal ketika ditemui di Kantor Ombudsman.
Menurut Samsul, pemerintah sejak rezim Orde Baru telah merampas tanah warga di 10 kabupaten di wilayah Sumatera Utara. Kabupaten tersebut adalah Langkat, Kota Binjai, Deli Serdang, Serdang Bedage, Simalungun, Batu Bara, Asahan, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, dan Padang Lawas. "Kalau dijumlah, ada ribuan hektar," ujar Samsul.
Dalihnya, tanah tersebut merupakan tanah milik negara dan bukan tanah rakyat. Tanah tersebut diserahkan ke perkebunan negara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II, PT PN III, dan PT PN IV, termasuk perusahaan swasta nasional dan perusahaan swasta asing.
"Kami pikir setelah reformasi akan diselesaikan, tanah dikembalikan ke rakyat, ternyata sudah 16 tahun reformasi, belum dikembalikan," kata pria dari Labuhan Batu Selatan tersebut.
Petani tersebut tak lagi dapat menggarap lahan mereka sejak puluhan tahun silam. Alhasil, pemasukan sektor pertanian pun terhenti. "Hak Guna Usaha diberikan ke perkebunan. Lamanya bergantung, bisa 30 tahun dan perpanjangan 25 tahun," ujarnya.
Berbagai upaya telah dia tempuh. Negosiasi dengan pemerintah daerah sudah tak terhitung banyaknya. Namun upaya mereka selalu terhenti sehingga mereka berharap Ombudsman dapat memberikan rekomendasi kepada presiden untuk mengambil langkah politik.
Menanggapi keluhan masyarakat petani, Ketua Ombudsman RI Danang Giriwardana mengatakan bakal berupaya menyelesaikan kasus tersebut. "Ombudsman akan memverifikasi sertifikat tanah yang diajukan. Kami akan mencocokkan dengan data di instansi terkait, seperti Badan Pertanahan Nasional," ujarnya ketika ditemui di kantornya, Jakarta.
Setelah jejak sertifikat ditelusuri, Ombudsman
akan memberi rekomendasi kepada pemerintah daerah dan masyatakat setempat.
Rekomendasi tersebut, dapat berupa ganti rugi tanah oleh pemerintah. "Ombudsman
baru saja menyelesaikan sengketa lahan di Lampung Timur. Rekomendasi kami,
meminta pemerintah daerah mengganti rugi Rp 11 miliar kepada masyarakat yang
lahannya tergusur untuk pembuatan jalan," katanya.
Ketika diatanya soal tuntutan masyarakat seperti Keputusan Presiden soal administrasi pertanahan tersebut, ia mengaku bisa menjadi masukan. "Sebagai kepala negara, Jokowi punya cukup kewenangan membuat kebijakan diskresional. Katakanlah, kebijakan pemutihan lahan dan itu memungkinkan," kata lulusan Universitas Gadjah Mada tersebut.
Ketika diatanya soal tuntutan masyarakat seperti Keputusan Presiden soal administrasi pertanahan tersebut, ia mengaku bisa menjadi masukan. "Sebagai kepala negara, Jokowi punya cukup kewenangan membuat kebijakan diskresional. Katakanlah, kebijakan pemutihan lahan dan itu memungkinkan," kata lulusan Universitas Gadjah Mada tersebut.
CONTOH HAK PAKAI
Kasus Penjualan Tanah Hak Pakai PT KAI: Ka Kanwil BPN dan Ka BPN Jakbar
Ditetapkan Tersangka
Jakarta,hariandialog.com-Kejaksaan Tinggi
(Kejati) DKI Jakarta melalui tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus telah menetapkan
dua tersangka dalam kasus penjualan tanah hak pakai PT Kreta Api Indonesia
(KAI) di Pesing, Jakarta Barat. Kedua tersangka yang belum dilakukan penahanan
tersebut, menurut sumber di Pidsus Kejati DKI kepada Dialog, Senin
(14/1/2013) yalah Robert selaku Ka Kanwil BPN, dan Lukman selaku Ka Kantor BPN
Jakbar. Mereka disangka dengan Pasal 2 dan 3 UU No.31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dan
diperbaharui UU No.20 tahun 2001. “Baru dua orang tersebut yang ditetapkan
sebagai tersangka,” kata sumber tersebut.
Dimana kasus penjualan tanah hak pakai PT KAI
yang hingga dibuatkan sertifikatnya tersebut berawal dari tindakan oknum PT KAI
(sudah almarhum) menjual tanah kepada sebuah pengusaha perusahaan guna
dijadikan sebagai tempat usaha. Kemudian tanah beberapa hektar yang ditaksir
bernilai atau merugikan Negara puluhan miliar tersebut diajukan untuk
disertifikatkan menjadi HGB.
Oleh BPN Jakbar dan Kanwil BPN DKI Jakarta
memuluskan pengajuan pemohon sertifikat, meskipun tanah yang diajukan untuk
mendapat sertifikat HGB merupakan aset Negara yang di-hak pakai-kan kepada PT
KAI. Perlu diketahui, saat Aditia Warman menjadi Aspidsus Kejati DKI, ia dalam
keterangan persnya mengatakan bahwa dalam kasus penjualan dan pensertifikatan
tanah yang merupakan hak pakai PT KAI, akan juga menetapkan pembeli yang
memohonkan HGB menjadi tersangka. Namun hingga berita ini diturunkan, masih
sesuai keterangan sumber di Kejati DKI, pengusaha itu masih belum berstatus
tersangka. Sementara Kasi Penyidikan Pidsus Kejati DKI, M.Reza tergolong sulit
untuk ditemui wartawan guna dikonfirmasi. Sikapnya tersebut bertentangan atau
tidak sejalan dengan arahan Kajati DKI Jakarta, Didiek Darmanto yang
memerintahkan dalam memberikan keterangan kepada publik terkhusus pers, supaya
tidak perlu kaku dan sertiap yang menangani perkara boleh memberikan keterangan
asal jangan yang menyangkut kebijakan.
CONTOH HAK PENGELOLAAN
Kasus Sengketa Lahan Senayan City
Sengketa tanah antara
pengelola Senayan City dengan ahli waris Alm Toyib bin Kiming terus
berkepanjangan. Bahkan persoalan ini membuat Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora
Bung Karno (PPK GBK) turut gerah. Mereka tidak terima jika lahan yang
dikelolanya itu tidak memiliki surat-surat tanah. Bahkan PPK GBK menantang di
peradilan jika ahli waris Alm Toyib bin Kiming itu memiliki bukti otentik atas
lahan yang diperebutkan itu. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI
Jakarta meminta pemerintah DKI Jakarta segera menutup pusat belanja dan perkantoran
Senayan City. Menurutnya, langkah itu perlu ditempuh agar penyelesaian sengketa
tidak berlarut-larut. Pengelola komplek Gelora Bung karno (GBK) atau Badan
Layanan Umum (BLU) Pusat Pengelolaan Komplek Gelanggang Olahraga Bung Karno
(PPKGBK) menyatakan kerja sama dengan proyek Senayan City sudah sesuai aturan.
Pada saat ini, eksekutif, termasuk Government Public Relations diharapkan dapat membantu mengambil tindakan
tegas. Kasus sengketa lahan Senayan City, Jakarta, muncul karena adanya
pengaduan atau klaim atas tanah yang digunakan untuk Senayan City oleh orang
yang mengaku ahli waris Alm Toyib bin Kiming. Sengketa lahan yang ditempati
Senayan City mencuat setelah ahli waris Toyib bin Kiming mengklaim tanah seluas
6,2 hektare di Jalan AsiaAfrika itu sebagai miliknya. Pengelola GBK yang ada di
bawah Sekretariat Negara (Setneg) membantah klaim bahwa tanah tempat Senayan
City adalah lahan sengketa. Tanah yang digunakan oleh PT Manggala Gelora Perkasa untuk proyek Senayan City adalah tanah
milik negara atau PPK GBK atau Setneg dan apabila ada pihak-pihak lain yang
mengaku mempunyai hak kepemilikan atas tanah tersebut tentunya dapat melakukan
upaya hukum. Sebab tanah GBK adalah tanah eks Asian Games IVtahun 1962 yang
kepemilikannya adalah milik negara. Namun, menurut Government
Public Relations Senayan City,
sengketa itu adalah masalah antara pihak Gelora Bung Karno dan keluarga ahli
waris. Kepastian dari Sekretariat Negara sangat dibutuhkan, karena ini tanah
negara. Hak kepemilikan tanah berada di tangan Sekretaris Negara dan
pengelolaannya dipercayakan kepada Gelora Bung Karno. Sebagai penyewa, Senayan
City mengajukan permohonan kepada pengelola Gelora Bung Karno mengenai
perjanjian sewa-menyewa akan penggunaan lahan itu selama 35 tahun, terhitung
sejak 2006. Kuasa hukum ahli waris Toyib bin Kiming, Tony Arif,
mengatakan, lahan yang di klaim kliennya berada di luar lahan yang dikuasai
Sekretariat Negara. Kesimpulan itu sudah diverfikasi Badan Pertanahan Nasional,
P2U, pajak, camat, dan lurah setempat. Di sisi lain, Public
Relations Manager Senayan City
membantah anggapan bahwa pihaknya menganggap remeh persoalan sengketa tanah
itu. Ia menjelaskan, Senayan City sebagai pihak ketiga harus menyerahkan
persoalan kepemilikan lahan kepada pemerintah. Menurut pendapatnya, mereka
hanya penyewa, tidak berwenang menentukan siapa pemilik tanah, Government
Public Relations Senayan City
berkomentar bahwa mereka hanya sebagai pihak ketiga dan penyewa tanah.
Kasus ini dapat diselesaikan melalui jalur hukum, karena sengketa lahan itu
tidak akan menemui jalan keluar dan tidak menemukan kepastian jika pihak yang
bersengketa tetap berkukuh dengan pendirian mereka.
bagaimana Analisa kasus pada contoh hak pakai
ReplyDeleteonline casino, casino, gambling, online casino, online
ReplyDeletePlay casino games for real money at AOG. Join fun88 vin today and start 온카지노 earning real money with AOG. This online casino has a unique atmosphere with slots, table games,